Rabu, 29 Agustus 2018

Sekilas tentang BIC dan KGMD

Assalamualaikum Wr. Wb.

For a long time, I'm blogging again. Terakhir 2018-2013 tahun yang lalu. Blog-ku terlalu usanggg. Untuk itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada orang-orangnya BIC (Balai Insan Cendekia) dan KGMD (Komunitas Guru Masa Depan). Karenanya, aku menulis lagi sekaligus mengasah bakat menulis yang tumpul sekaligus bergerigi. 


Oke, tentang BIC (Balai Insan Cendekia) yang care kepada sesama pemberi stimulus agar maju mengikuti arah zaman yang semakin modern. BIC adalah lembaga resmi, jdi saya merasa bangga bisa ikut dalam kegiatan daring ini. 


Tentang KGMD (Komunitas Guru Masa Depan)  yang berkolaborasi dengan BIC. Karena dari KGMD lah sy mengikuti E-Diklat ini. Merasa tertantang apalagi berkaitan dengan teknologi. 

Intinya, kedua lembaga ini adalah mereka yang menjangkau mereka para-para generasi pengajar tanpa  pandang  usia yangkendala jarak, waktu, namun mampu mengatasi kebingungan meski daring. Mereka mengumpulkan kami dalam grup WA dan memberi kami pelatihan. 

Meski agak menjengkelkan karena beragam pertanyaan se-Indonesia yang terlontarkan
Padahal jawabannya pasti ditau sendiri. 

E-Diklat yang diberikan mengenai cara membuat buku digital menggunakan aplikasi Ncesoft, mengikut pula tutorialnya yang menggunakan aplikasi perekam Screen O Matic dan di share d YouTube, tidak berhenti di situ pula share lagi ke FB. Jadi secara tidak langsung belajarnya bukan tentang Buku digital, tapi Video, Google Drive, google spreadsheet dll. 

Diklat daring ini, mengarahkan kami bahwa dunia pendidikan sekarang telah beragam kreatif, bukan hanya penerapan-penerapan terdahulu sajaaa. 

Bahwa, pembelajaran bukan hanya memberikan buku cetak saja tapi buku digital yang lebih menyenangkan. 

Bahwa, Gambar bukan hanya dari buku saja, tapi dari berbagai barang digital. 

Bahwa, pengetahuan digali bukan dari buku cetak saja tapi dari barang digital yang informasinya lebih tersampaikan dan lebih dimengerti. Lebih dinyamani.. 

.
.
Sebenarnya masih banyak lagi, ketakjuban lainnya gara-gara sentilan Diklat ini sampai-sampai otakku terasa on. Ahaaahhh.

SEKALI LAGI SAYA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH BALAI INSAN CENDEKIA DAN KOMUNITAS GURU MASA DEPAN. TERUSLAH PERKEMBANGKAN PARA INSAN CENDEKIA. 





KEBO, 29 AGUSTUS 2018

ASNI, S.Pd

Minggu, 26 Agustus 2018

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Balai Insan Cendekia (LPP-BCI) didirikan oleh Guru Muda yang peduli tentang pendidikan di Indonesia, oleh karena itu LPP - BCI merupakan mitra Pemerintah dan Masyarakat yang bertujuan meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di bidang Pendidikan.

VISI

"Menjadi LPP Bermartabat dan Terpercaya tahun 2025"

MISI

Untuk mencapai visi di atas, dirumuskan misi sebagai berikut :

- Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan LPP BIC;
- Menyelenggarakan dan memfasilitasi pendidikan dan pelatihan serta penelitian bagi guru dan dosen di Indonesia;
-Mengembangkan kompetensi guru dan dosen di Indonesia, melalui pendidikan dan pelatihan serta penelitian bermutu;
- Melakukan kerjasama di bidang pendidikan dan pelatihan secara nasional dan internasional.

Selasa, 08 Oktober 2013

Makalah Bahasa Indonesia "Cakrawala Bahasa"



Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah- NYA sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Penyusun juga panjatkan kehadiran ALLAH SWT, karena hanya dengan kerido’an-NYA Makalah dengan judul "Cakrawala Bahasa"  ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.
Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.











DAFTAR ISI
Halaman Judul ..............................................................................................................
Kata Pengantar ..........................................................................................................
Daftar Isi ..........................................................................................................
BAB I
            A. Latar Belakang .......................................................................................
            B. Rumusan Masalah ................................................................................................
            C. Tujuan Penulisan ....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahasa
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasaadalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri  haruslah merupakan simbol atau perlambang.
B. Aspek Bahasa
Bahasa merupakan suatu sistemkomunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyiujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu pula. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra.
Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya,itu. Bunyi itu juga merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita (yang diserap oleh panca indra kita, sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain).
Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitreratau manasuka berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula. Apakah seekor hewan dengan ciri-ciri tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien atau canisitu tergantung darikesepakatan anggota masyarakat bahasa itu masing-masing.
C. Benarkah Bahasa Mempengaruhi Perilaku Manusia?
Menurut Sabriani (1963), mempertanyakan bahwa apakah bahasa mempengaruhi perilaku manusia atau tidak? Sebenarnya ada variabel lain yang berada diantara variabel bahasa dan perilaku. Variabel tersebutadalah variabel realita. Jika hal ini benar, maka terbukalah peluang bahwa belum tentu bahasa yang mempengaruhi perilaku manusia, bisajadi realita atau keduanya. Kehadiran realita dan hubungannya dengan variabel lain, yakni bahasa dan perilaku, perlu dibuktikan kebenarannya. Selain itu, perlu jugadicermati bahwa istilah perilaku menyiratkan penutur. Istilah perilaku merujuk ke perilaku penutur
bahasa, yang dalam artian komunikasi mencakup pendengar, pembaca, pembicara, dan penulis.
a)      Bahasa dan Realita
Fodor (1974) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol dan tanda. Yang dimaksud dengan sistem simbol adalah hubungan simbol dengan makna yang bersifat konvensional. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem tanda adalah
bahwa hubungan tanda dan makna bukan konvensional tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang dimaksud. Dalam bahasa Indonesia kata  cecakmemiliki hubungan kausal dengan referennya atau binatangnya. Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran seperti cak-cak-cak. Oleh karena itu katacecak disebut tanda bukan simbol. Lebih lanjut Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah problema makna.
Sebenarnya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol dan tanda. Richards (1985) menyebut kata table sebagai tanda meskipun tidak ada hubungan kausal antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu dengan kata table.
Dari uraian di atas dapat ditangkap bahwa salah satu cara mengungkapkan makna adalah dengan bahasa, dan masih banyak cara yang lain yang dapat dipergunakan. Namun sejauh ini, apa makna dari makna, atau apa yang dimaksud dengan makna belum jelas. Bolinger (1981) menyatakan bahwa bahasa memiliki sistem fonem, yang terbentuk dari distinctive featuresbunyi, sistem morfem dan sintaksis. Untuk mengungkapkan makna bahasa harus berhubungan dengan dunia luar. Yang dimaksud dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa termasuk dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah disebut realita.
Penjelasan Bolinger (1981) tersebut menunjukkan bahwa makna adalah hubungan antara realita dan bahasa. Sementara realita mencakup segala sesuatu yang berada di luar bahasa. Realita itumungkin terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa, karena tidak ada bahasa tanpamakna. Sementara makna adalah hasil hubungan bahasa dan realita.
b)      Bahasa dan Perilaku
Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam bahasa selalu tersirat realita. Sementara perilaku selalu merujuk padapelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi jika proses decoding dan encodingberjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik jika baik encodermaupun decodersama-sama memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama. (Omaggio, 1986).
Dengan memakai pengertian yang diberikan oleh Bolinger(1981) tentang realita, pengetahuan dunia dapat diartikan identik dengan pengetahuan realita. Bagaimana manusia memperoleh bahasa dapat dijelaskan dengan teori-teori pemerolehan bahasa. Sedangkan pemerolehan pengetahuan dunia (realita) atau proses penghubungan bahasa dan realita pada prinsipnya sama, yakni manusia memperoleh representasi mental realitamelalui pengalaman yang langsung atau melalui pemberitahuan orang lain. Misalnya seseorang menyaksikan sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut akan memiliki representasi mental tentang kecelakaan tersebut dari orang yang langsung menyaksikannya juga akan membentuk representasi mentaltentang kecelakaan tadi. Hanya saja terjadi perbedaan representasi mentalpada kedua orang itu.
4. Fungsi Bahasa
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kitamengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing kedalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidangpolitik, ekonomi, maupun komunikasi.
Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikirkarena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
a) Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh lainnya, tulisan kitadalam sebuah buku, merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sipemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresidiri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsuryang mendorong ekspresi diri antara lain :
-  agar menarik perhatian orang lain terhadap kita,
-  keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi
Pada taraf permulaan, bahasa padaanak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
b) Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayaksasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah“bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula                 
merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasamenjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.
c)      Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satuunsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.
4.4 Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.
5. Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar
Bahasa bukan sekedar alat komunikasi, bahasa itu bersistem. Oleh karena itu, berbahasa bukan sekedar berkomunikasi, berbahasa perlu menaati kaidah atau aturan bahasa yang berlaku. Ungkapan “Gunakanlah Bahasa Indonesia dengan baik dan benar.” Kita tentu sudah sering mendengar dan membaca ungkapan tersebut. Permasalahannya adalah pengertian apa yang terbentuk dalam benak kita ketika mendengar ungkapan tersebut? Apakah sebenarnya ungkapan itu? Apakah yang dijadikan alat ukur (kriteria) bahasa yang baik? Apa pula alat ukur bahasa yang benar?
a) Bahasa yang Baik
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek komunikatif bahasa. Hal itu berarti bahwa kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama, statussosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kita  abaikan. Cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang dewasa tentu berbeda.
Penggunaan bahasa untuk lingkungan  yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak dapat disamakan. Kita tidak dapat menyampaikan pengertian mengenai jembatan,  misalnya, dengan bahasa yang sama kepada seorang anak SD dan kepada orang dewasa. Selain umur yang berbeda, daya serap seorang anak dengan orang dewasa tentu jauh berbeda.
Lebih lanjut lagi, karena berkaitan dengan aspek komunikasi, maka unsur-unsur komunikasi menjadi penting, yakni pengirim pesan, isi pesan, media penyampaian pesan, dan penerima pesan. Mengirim pesan adalah orang yang akan menyampaikan suatu gagasan kepada penerima pesan, yaitu pendengar atau pembacanya, bergantung pada media yang digunakannya. Jika pengirim pesan menggunakan telepon, media yang digunakan adalah media lisan. Jika ia menggunakan surat, media yang digunakan adalah media tulis. Isi pesan adalah gagasan yang ingin disampaikannya kepada penerima pesan.
Marilah kita gunakan contoh sebuah majalah atau buku. Pengirim pesan dapat berupa penulis artikel atau penulis cerita, baik komik, dongeng, atau narasi. Isi pesan adalah permasalahan atau cerita yang ingin disampaikan atau dijelaskan. Media pesan merupakan majalah, komik, atau buku cerita. Semua bentuk tertulis itu disampaikan kepada pembaca yang dituju. Cara artikel atau cerita itu disampaikan tentu disesuaikan dengan pembaca yang dituju. Berarti, dalam pembuatan tulisan itu akan diperhatikanjenis permasalahan, jenis cerita, dan kepada siapa tulisan atau cerita itu ditujukan.
b) Bahasa yang Benar
Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yakni peraturan bahasa. Berkaitan dengan peraturan bahasa, ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata, harus dimiliki dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis. Tanpa pengetahuan tata bahasa yang memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam bermain dengan bahasa.
Kriteria yang digunakan untuk melihatpenggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah ini meliputi aspek (1) tata bunyi (fonologi), (2) tata bahasa (kata dan kalimat), (3) kosa kata (termasuk istilah), (4), ejaan, dan (5) makna. Pada aspek tata bunyi, misalnya kitatelah menerima bunyi f, v dan z. Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, motif, aktif, variabel, vitamin, devaluasi, zakat, izin, bukan pajar, motip, aktip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, ijin. Masalah lafal juga termasuk aspek tata bumi. Pelafalan yang benar adalah kompleks, transmigrasi, ekspor, bukan komplek, tranmigrasi, ekspot.
Pada aspek tata bahasa, mengenai bentuk kata misalnya, bentuk yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawaban, bukan obah, robah, rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan dan pertanggung jawaban. Dari segi kalimat pernyataan di bawah ini tidak benar karena tidak mengandung subjek. Kalimat mandiri harus mempunyai subjek, predikat atau dan objek.
(1) Pada tabel di atas memperlihatkan bahwa jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah pria.
Jika kata pada yang mengawali pernyataan itu ditiadakan, unsur tabel di atas menjadi subjek. Dengan demikian, kalimat itu benar. Pada aspek kosa kata, kata-kata seperti bilang, kasih, entar dan udah lebih baik diganti dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah dalam penggunaan bahasa yang benar. Dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output), dan pajak tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi. Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, sistem, objek, jadwal, kualitas, dan hierarki. Dari segi maknanya, penggunaan bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Misalnya dalam bahasa ilmu tidak tepat jika digunakan kata yang sifatnya konotatif (kiasan). Jadi penggunaan bahasa yang benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa.
Kriteria penggunaan bahasa yang baikadalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita. Penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam penggunaan kalimat-kalimat yang gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi kaidah tata bunyi (fonologi), tata bahasa, kosa kata, istilah, dan ejaan.
Penggunaan bahasa yang baik terlihat dari penggunaan kalimat-kalimat yang efektif, yaitu kalimat-kalimat yang dapat menyampaikan pesan/informasi secara tepat (Dendy Sugondo, 1999 : 21)
Berbahasa dengan baik dan benar tidak hanya menekankan kebenaran dalam hal tata bahasa, melainkan juga memperhatikan aspek komunikatif. Bahasa yang komunikatif tidak selalu hanus merupakan bahasa standar. Sebaliknya, penggunaan bahasa standar tidak selalu berarti bahwa bahasa itu baik dan benar. Sebaiknya, kita menggunakan ragam bahasayang serasi dengan sasarannya dan disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang benar (Alwi dkk., 1998: 21)

Senin, 07 Oktober 2013

Makalah Agama "Hakikat Manusia dalam Islam"



Logo Besar.png

Makalah Pendidikan Agama Islam
Hakikat Manusia dalam Islam


Kelompok 2
Asni
Besse Tenri Ayu
Dewi Andriani Safitri
Eka Yuselfi




Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Islam
2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hakikat Manusia Menurut Islam”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Universitas Negeri Makassar.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Makassar, 06 Oktober 2013

Penulis







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................
A. Latar Belakang ........................................................................
B. Rumusan Masalah ..................................................................................
C. Tujuan Penulisan ..............................................................................
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................
A. Pengertian Hakikat ...........................................................
B. Pengertian Manusia ...........................................................
C. Proses Penciptaan Manusia...................................................
D.Fitrah Manusia
E. Fungsi, peran dan tujuan hidup manusia menurut Islam
E. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba dan Khalifah Allah SWT
F. Hakikat Manusia
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah salah satu ciptaan Allah yang paling sempurna. Diciptakan dari saripati tanah yang kemudian menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah hingga akhirnyamenjadi wujud yang sekarang ini.
Salah satu kesempurnaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain ialah adanya akal dan nafsu. Dua hal inilah yang membuat manusia dapat berpikir, bertanggung jawab, serta memilih jalan hidup, kelebihan-kelebihan ini seperti yang dijelaskan pada QS Al-Isra 70. Selain itu ada kelebihan lain yang dimiliki oleh manusia sehingga membuat manusia berbeda dari sesama manusia, yaitu hati.
Jika hati manusia kotor, derajatnya tentu akan sangat rendah di mata Allah SWT. Namun sebaliknya jika hatinya bersih dari segala perbuatan yang kotor maka tentu derajatnya akan ditinggikan oleh Allah SWT.
Sebagai makhluk Tuhan tentu manusia selain memiliki hak juga memiliki kewajiban. Kewajiban yang utama adalah beribadah kepadaAllah SWT yang merupakan tugas pokok dalam kehidupan manusia hingga apapun yang dilakukan manusia harus sesuai dengan perintah Allah SWT.
Adapun tanggung jawab manusia diciptakan oleh Allah SWT di dunia ini adalah sebagai khalifatullah dan sebagai abdi/hamba Allah.



B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hakikat ?
2. Apa pengertian manusia ?
3. Bagaimana proses penciptaan manusia ?
4. Bagaimana fitrah manusia ?
5. Apakah fungsi, peran dan tujuan hidup manusia menurut Islam ?
6. Bagaimana tanggung jawab manusia sebagai Hamba dan Khalifah Allah SWT ?
7.  bagaimana hakikat manusia ?

C. Tujuan Penulisan
1. Kita dapat mengetahui pengertian hakikat
2. Kita dapat mengetahui pengertian manusia
3. Kita dapat mengetahui proses penciptaan manusia
4. Kita dapat mengetahui fitrah manusia
5. Kita dapat mengetahui fungsi, peran dan tujuan hidup manusia menurut Islam
6. Kita dapat mengetahui tanggung jawab manusia sebagai Hamba dan Khalifah Allah SWT
7. Kita dapat mengetahui hakikat manusia







BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hakikat
Menurut bahasa, hakikat berarti kebenaran atau seesuatu yang sebenar-benarnya atau asal segala sesuatu. Dapat juga dikatakan hakikat itu adalah inti dari segala sesuatu atau yang menjadi jiwa sesuatu. Karena itu dapat dikatakan hakikat syariat adalah inti dan jiwa dari suatu syariat itu sendiri. Dikalangan tasauf orang mencari hakikat diri manusia yang sebenarnya karena itu muncul kata-kata diri mencari sebenar-benar diri. Sama dengan pengertian itu mencari hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia.

B. Pengertian Manusia
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.
Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat bergantung metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang mendasari.
Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (makhluk berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku interaksi antara komponen biologis (id), psikologis (ego), dan social (superego). Di dalam diri manusia terdapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai).
Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mehanibcus (manusia mesin). Behavior lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (aliran yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan subjektif dan psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak nampak). Behavior yang menganalisis perilaku yang nampak saja. Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek.
Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak di pandang lagi sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi peristiwa. Padahal berpikir , memutuskan, menyatakan, memahami, dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.
Dalam al-quran istilah manusia ditemukan 3 kosa kata yang berbeda dengan makna manusia, akan tetapi memilki substansi yang berbeda yaitu kata basyar, insan dan al-nas.
Kata basyar dalam al-quran disebutkan 37 kali salah satunya al-kahfi : “innama anaa basyarun mitlukum” (sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu). Kata basyar selalu dihubungkan pada sifat-sifat biologis, seperti asalnya dari tanah liat, atau lempung kering (al-hijr : 33 ; al-ruum : 20), manusia makan dan minum (al-mu’minuum : 33).
Kata insan disebutkan dalam al-quran sebanyak 65 kali, diantaranya (al-alaq : 5), yaitu “allamal insaana maa lam ya’ ” (dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya). Konsep Islam selalu dihubungkan pada sifat psikologis atau spiritual manusia sebagai makhluk yang berpikir, diberi ilmu, dan memikul amanah (al-ahzar : 72). Insan adalah makhluk yang menjadi (becoming) dan terus bergerak maju ke arah kesempurnaan.
Kata al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti al-zumar : 27 “walakad dlarabna linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal” (sesungguhnya telah kami buatkan bagi manusia dalam al-quran ini setiap macam perumpamaan). Konsep al-nas menunjuk pada semua manusia sebagai makhluk social atau secara kolektif.
Dengan demikian Al-Quran memandang manusia sebagai makhluk biologis, psikologis, dan social. Manusia sebagai basyar, diartikan sebagai makhluk social yang tidak biasa hidup tanpa bantuan orang lain dan atau makhluk lain.
Sebenarnya manusia itu terdiri dari 3 unsur yaitu :
1. Jasmani. Terdiri dari air, kapur, angin, api dan tanah.
2. Ruh. Terbuat dari cahaya (nur). Fungsinya hanya untuk menghidupkan jasmani saja.
3. Jiwa. Manusia memiliki fitrah dalam arti potensi yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia dapat di kelompokkan pada dua hal yaitu potensi fisik dan potensi rohania. Ibnu sina yang terkenal dengan filsafat jiwanya menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial dan sekaligus makhluk ekonomi. Manusia adalah makhluk sosial untuk menyempurnakan jiwa manusia demi kebaikan hidupnya, karena manusia tidak hidup dengan baik tanpa ada orang lain. Dengan kata lain manusia baru bisa mencapai kepuasan dan memenuhi segala kepuasannya bila hidup berkumpul bersama manusia.

C. Proses penciptaan manusia
Asal usul manusia dalam pandangan Islam tidak terlepas dari figur Adam sebagai manusia pertama. Adam adalah manusia pertama yang diciptakan Allah di muka bumi dengan segala karakter kemanusiaannya.
Dalam logika sederhana, dapat di pahami bahwa yang mengerti tentang penciptaan manusia adalah sang pencipta itu sendiri, Allah merupakan sang maha pencipta. Jadi Allah yang lebih memahami tentang proses penciptaan manusia. Dalam Al-Qur’an di jelaskan tentang proses penciptaan manusia, antara lain dalam Q.S 23:12,13 dan 14.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ.
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ.
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ.
Artinya:
12.  Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13.  Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14.  Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Ayat tersebut menjelaskan tentang asal pencipta manusia dari “sulatin minthin (sari pati tanah)”. Kata sulatin dapat diartikan dengan hasil akhir dari sesuatu yang di sarikan, sedangkan thin berarti tanah. Pada tahap berikutnya sari pati tanah berproses manjadi nuthfah (air mani).
Pada ayat 14 di jelaskan tentang tahapan reproduksi manusia setelah nuthfah, perubahan nuthfah secara berturut menjadi alaqah, mudhghah, izham dan khalqan akhar (makhluk lain). Alaqah memiliki dua pengertian, pertama darah yang mengental sebagai kelanjutan dari nuthfah oleh ke dua sesuatu yang menempel di dinding rahim. Mudhghah berarti sebuah daging yang merupakan proses penciptaan manusia sebagai kelanjutan alaqah. Izham (tulang-belulang) selanjutnya di balut dengan lahm (daging). Pada fase ini sampai pada pencapaian kesempurnaan bentuk manusia yang disebut dengan khalqon akhar, berarti ciptaan baru yang jauh berbeda dengan keadaan dan bentuk sebelumnya.
Selanjutnya Al-Qur’an juga mengatakan dalam beberapa ayatnya bahwa manusia berasal dari air ( Q.S al-furqan 25: 54).

ؕ وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيۡرًاوَهُوَ الَّذِىۡ خَلَقَ مِنَ الۡمَآءِ بَشَرًا فَجَعَلَهٗ نَسَبًا وَّ صِهۡرًا
Artinya:
54.  Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.
Dalam ayat yang lain Allah menyebutkan bahwa air (yang menjadi asal manusia) itu adalah air hina (mani ) yang terpancar dari (antara) tulang sulbi (pinggang) dan tulang dada (Q.S af-tariq 86:6-7)
خُلِقَ مِنۡ مَّآءٍ دَافِقٍۙ
يَّخۡرُجُ مِنۡۢ بَيۡنِ الصُّلۡبِ وَالتَّرَآٮِٕبِؕ
Artinya:
6.Dia diciptakan dari air yang dipancarkan,
7. yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.
Pada ayat lain Allah menyebutkan bahwa segala yang hidup di ciptakan Allah dari air (Q.S Al-anbiya 21).
Menurut ajaran Islam, manusia di banding makhluk lain, mempunyai berbagai ciri, antara lain ciri utamanya adalah :
1.      Makhuk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna. ”sesungguhnya kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya (Q.S At-tin 95).
2.      Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin di kembangkan ) beriman kepada Allah.
3.      Manusia di ciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.
4.      Manusia di ciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi.
5.      Di samping akal, manusia di lengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau kehendak.
6.      Secara individual manusia bertanggug jawab atas segala perbuatannya.
7.      Berakhlak.
Di dalam Al-Qur’an juga di kenal beberapa istilah lain yang mengungkapkan tentang asal kejadian manusia antara lain sebagai berikut :
1.      Turaab, yaitu tanah gemuk sebagaimana disebutkan dalam surat al khalfi (18) :37.
2.      Tiin yaitu tanah lempung sebagaimana firman Allah dalam surat as sajada (32) :7.
3.      Tiinul laazib yaitu tanah lempung yang pekat sebagaimana di sebut dalam surat Asb-shaffaat (37) :11.
4.      Shalshalun, yaitu lempeng yang dikatakan kalfakhar (seperti tembikar).
5.      Shalshalin min hamain masnuun  ( lempeng dari lumpur yang di cetak/diberi bentuk) sebagai mana dalam surat Al-hijr (15) :26.
6.      Sulalatun min tiin, yaitu dari sari pati lempung, sulalat berarti sesuatu yang di sarikan dari sesuatu yang lain.
7.      Air yang di anggap sebagai asal-usul seluruh kehidupan sebagaimana di sebut  dalam Q.S (251) :54.
Tentang Ruh dan Nafas
Ruh adalah salah satu komponen penting yang menentukan ciri kemanusiaan manusia. Ruh merupakan getaran ilahiyah atau sinyal ketuhanan sebagai mana rahmat , nikmat dan hikmah yang kesemuanya sering terasa sentuhannya, tetapi sukar di pahami hakekatnya. Sentuhan getaran ilahiyah itu menyebabkan manusia dapat mencerna nilai-nilai belas kasih, kejujuran, kebenaran, keadilan dan sebagainya. Istilah nafs banyak di sebutkan dalam Al-Qur’an , meski termasuk dalam wilayah abstrak yang sukar di pahami, istilah nafs memiliki pengertian yang sangat terkait dengan aspek fisik manusia. Gejolak nafs dapat dirasakan menyebar keseluruhan bagian tubuh manusia karena tubuh manusia merupakan kumpulan dari bermilyar -milyar sel hidup yang saling berhubungan.
Hubungan antara nafas dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui dengan pasti bagai mana hubungan itu berjalan , dua hal yang berbeda , mental dan fisik, dapat menjalin interaksi sebab akibat.
Firman Allah itu menyatakan bahwa masalah ruh adalah urusan Tuhan sendiri dan akal manusia terlalu picik untuk memikirkan serta memahami kenyataan yang gaib mutlak itu. Penelitian tentang ruh telah pernah dilakukan secara ilmiah, namun sampai saat ini mereka yang penelitian itu masih belum dapat mengetahui hakikat ruh itu.

D. Fitrah manusia.
Kata fitrah berasal dari kata “sfatara” yang artinya ciptaan, suci dan seimbang. Kata fitrah dalam arti penciptaan tidak hanya dikaitkan dengan arti penciptaan fisik dalam konotasi nilai.
Lahirnya fitrah sebagai nilai dasar kebaikan manusia itu dapat dirujukan pada Al-araf (7): 172. Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang di miliki manusia tersebut dapat di kelompokkan kepada dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi rohaniah. Potensi fisik manusia telah di jelaskan pada bagian yang lalu sedangkan potensi rohaniah adalah akal, kalbu dan nafsu. Akal dalam pengertian bahasa Indonesia berarti pikiran/rasio.
Harun Nasution (1986) menyebut akal dalam arti asalnya (bahasa arab yaitu menahan dan orang akil di zaman zahilliyah yang dikenal dengan darah panasnya dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang di hadapinya).
Menurut Al-Ghazali Fitrah manusia:
1. kemampuan dasar sejak lahir yang berpusat pada potensi dasar untuk berkembang.
2. Potensi dasar yang berkembang secara menyeluruh menggerakkan seluruh aspek secara mekanik dimana satu sama lain saling mempengaruhi menuju kearah tertentu.
3. Merupakan komponen dasar yang bersifat dinamis, dan responsif terhadap pengaruh luar yang meliputi: bakat, insting, hereditas, nafsu, karakter dan intuisi.

E. Fungsi, peran dan tujuan hidup manusia menurut Islam.
1. Fungsi manusia
Fungsi manusia di muka bumi adalah sebagai khalifah. Khalifah berarti pemimpin, wakil, pengelola dan pemelihara. Khalifah Allah berarti wakil Allah, manusia dibekali dengan profesi untuk memahami dan menguasai hukum Allah yang terkandung dalam ciptaan-Nya. Dengan pemahaman terhadap kebenaran tersebut manusia dapat menyusun konsep dan melakukan rekayasa. Pada akhirnya akan menghasilkan sesuatu yang baru dalam perkembangan manusia yang dinamis.
Segala yang dihasilkan manusia dalam konteks sebagai khalifah di landasi dengan ketundukan dan ketaatan kepada Allah SWT.
Ketundukan dan ketaatan ini tidak lain adalah refleksi dari fungsi penciptaan sebagai khalifah di berikan oleh Allah dan akan di pertanggung jawabkan oleh manusia.
Kesatuan wujud manusia antara pisik dan psikis serta didukung oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-taqwin dan menempatkan manusia pada posisi:
a. Manusia sebagai hamba Allah(‘abd Allah) Musa asy’arie mengatakan bahwa esensi dari ‘abs adalah ketaatan,ketundukan dan kepatuhan yang semuanya itu hanya layak diberikan kepada Allah SWT. Sebagai hamba (‘abd), manusia tidak bisa terlepas dari kekuasaan-Nya karena manusia mempunyai fitrah (potensi) untuk beragama. Mulai dari manusia purba sampai manusia modern sekarang, mengakui bahwa diluar dirinya ada kekuasaan transendental (Allah). Hal ini disebabkan karena manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya. Pada masa purba, manusia mengasumsikannya lewat mitos yang melahirkan agama animisme dan dinamisme,meskipun dengan pemikiran dan kondisi yang sederhana.
Manusia dahulu (purba) mengaplikasikan apa yang mereka yakini dengan berbagai bentuk upacara ritual seperti pemujaan terhadap batu besar, gunung, matahari dan roh nenek moyang mereka. Kesemuanya itu menjadi bukti bahwa ia adalah mahkluk yang memiliki potensi untuk  beragama. Firman Allah dalam surat ar-ruum : 30 yang artinya ”Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” [1168]
[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
b.    Manusia sebagai khalifah Allah (khalifah Allah fi al-ardhi) Menurut Quraish Shihab istilah khalifah dalam bentuk mufrad (tunggal) yang berarti penguasa politik yang hanya digunakan untuk nabi-nabi yang dalam hal ini nabi Adam AS. Sedangkan untuk manusia pada umumnya bisa digunakan khala’if yang didalamnya mengandung arti luas yaitu bukan hanya sebagai penguasa politik tetapi juga penguasa dalam berbagai bidang kehidupan.pendapat demikian tidak ada salahnya karena dalam kata khala’if sudah mengandung makna khalifah, yang mempunyai fungsi menggantikan orang lain dan menempati tempat serta kedudukan-nya. Untuk lebih menegaskan fungsi kekhalifahan manusia dialam ini, dapat dilihat dalam QS al an ‘am:165 yang artinya “dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Diterangkan juga dalam QS Fathir:39 yang artinya “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.” Dan surah Al-a’raf:69
yang artinya “Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Ayat- ayat diatas menjelaskan kedudukan manusia dalam raya ini sebagai khalifah dalam arti yang berbeda juga memberi isyarat tentang perlunya moral dan etika yang harus ditegakan dalam melaksanakan fungsi kekhalifahannya. Quraisy Shihab mengatakan bahwa hubungan manusia dengan alam atu hubungan dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara penakluk dengan ditaklukan,atau dengan tuan dengan hambanya. Tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Karena kalaupun mampu mengelola (menguasai) namun hal tesebut bukan dari akibat kekuatan yang dimilikinya tetapi akibat tuhan menundukannya untuk manusia.
Selanjutnya Ahmad hasan Firhat, membedakan kedudukan kekhalifahan manusia pada dua bentuk:
1.khalifah kauniyah, dimensi ini mencakup wewenang manusia secara umum yang telah dianugrahkan Allah SWT untuk mengatur dan memanfaatkan alam beserta isinya. Pemberian wewenang Allah SWT kepada manusia dalam konteks ini meliputi makna yang bersifat umum tanpa dibatasi oleh oleh agama apa yang mereka yakini. Artinya label kekhalifahan yang dimaksud diberikan kepada semua manusia sebagai penguasa alam. Bila dimensi ini dijadikan standar dalam melihat predikat manusia sebagai khalifah Allah Fi-Al-ardh, maka akan berdampak negatif bagi kelangsungan hidup manusia dan alam semesta.manusia dengan kekuatannya akan mempergunakan alam semesta sebagai konsekuensi kekhalifahan tanpa kontrol dan melakukan penyimpangan dari nilai Ilahiah, akibatnya keberadaan manusia dimuka bumi bukan lagi sebagai pembawa kemakmuran, namun cenderung berbuat kerusakan  dan merugikan makhluk Allah lainnya. Ketiadaan kontrol inilah yang dikhawatirkan malaikat tatkala Allah menciptakan manusia.
2. Khalifah sysr’iyat. Dimensi ini wewenang Allah yang diberikan kepada manusia untuk memakmurkan alam semesta. Hanya saja untuk melakukan tugas dan tanggung jawab ini predikat khalifah secara khusus ditujukan kepada orang mukmin. Hal ini dimaksudkan, agar dengan keimanan yang dimilikinya mampu menjadi pilar dan kontrol dalam mengatur mekanisme alam sesuai dengan nilai-nilai ilahiah yang telah digariskan Allah lewat ajaran-Nya. Dengan prinsip ini manusia akan senantiasa berbuat kebaikan dan memanfaatkan alam semesta demi kemaslahatan umat manusia, dengan persepsi terkait dengan hal-hal diatas dapat disimpulkan manusia berpotensi menjadi pendidik dan peserta didik dengan mengadopsi ilmu pendidikan Islam yang ideal.
2. Peran Manusia
Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah di antaranya adalah:
1. Belajar
2. Mengajarkan ilmu
3. Membudayakan ilmu
Oleh karena itu semua yang dilakukan harus untuk kebersamaan sesama ummat manusia dan hamba Allah, serta pertanggung jawabannya pada 3 instansi yaitu pada diri sendiri, pada masyarakat, pada Allah SWT.

3. Tujuan hidup manusia
Menurut Al-Qur’an Tuhan berfirman dalam surah Adz-Dzaariyaat (51 ayat 56) :
“dan tidak aku jadikan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah  kepada-Ku.” Awal ibadah ialah tafakur dan berdiam diri, selain untuk mengingat Allah Sebenarnya bertafakur satu jam lamanya adalah lebih baik dari pada beribadah selama satu tahun. Sebaik-baiknya Ibadah adalah bertafakur tentang Allah dan kekuasaan- Nya.  Tafakur merupakan kunci untuk membuka pintu Ma’rifat dan mempelajari Rohani yang tersembunyi. Arti ibadah : Ketahuilah bahwa bebas dari kesibukan lain demi tenggelamnya dalam ibadah dapat terjadi bila memiliki waktu yang luang dan hati yang masih kosong dan ini merupakan salah satu hal amat penting dalam ibadah, yang tanpa hal ini kehadiran hati tidak mungkin terjadi dan ibadah yang dilakukan tanpa kehadiran hati tidak ada nilainya.
Yang membuat hati hadir itu ada dua. Yang pertama adalah memiliki waktu yang luang dan hati yang masih belum disibukan oleh apapun. Sedangkan yang ke dua adalah membuat hati memahami penting ibadah yang dimaksud waktu luang adalah kita harus menyisihkan waktu kita khusus untuk Ibadah di mana kita harus mencurahkan diri semata-mata untuk ibadah tanpa di ganggu pemikiran atau kesibukan lain. Berikut ini kami mencoba menjelaskan pokok persoalan ini.
Orang yang saleh tentu akan memperhatikan waktu waktu ibadahnya dalam keadaan apapun. Tentu saja dia akan memperhatikan waktu-waktu shalat, yang merupakan tindakan ibadah yang penting dan  melaksanakannya,  dengan sebaik-baiknya. Tidak memikirkan pekerjaan lain selama waktu-waktu itu. Dan bila beribadah, itu dilakukan dengan tak bersungguh-sungguh atau asal-asalan saja, karena menganggap ibadah sebagai menghalangi apa yang dibayangkannya sebagai tugas penting. Namun ibadah semacam itu bukan saja tidak memiliki kecemerlangan spiritual, namun juga patut mendapat murka Allah. Orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang meremehkan shalat dan mengabaikannya. Aku berlindung kepada Allah dari meremehkan Shalat dan dari tidak  memberikan makna yang sepatutnya kepada shalat.

E. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba dan Khalifah Allah SWT
1) Tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah SWT
Makna yang esensial dari kata abd’ (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan manusia hanya layak diberikan kepada Allah SWT yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan dan ketundukan pada kebenaran dan keadilan.

Oleh karena itu, dalam al-quran dinyatakan dengan “quu anfusakun waahlikun naran” (jagalah dirimu dan keluargamu dengan iman dari api neraka).
2) Tanggung Jawab Manusia sebagai Khalifah Allah SWT
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat dan harus dipertanggungjawabkan dihadapannya. Tugas hidup yang di muka bumi ini adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi khalifah memegang mandat tuhan untuk mewujud kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan manusia bersifat kreatif yang memungkinkan dirinya mengolah serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidpnya.
Oleh karena itu hidup manusia, hidup seorang muslim akan dipenuhi dengan amaliah. Kerja keras yang tiada henti sebab bekerja sebagai seorang muslim adalah membentuk amal saleh.
Ada caranya untuk mengabdi dan beribadah kepada tuhan yang benar,  beribadah kepada tuhan dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
Tahap I. Bekerjalah untukku.
Engkau harus mengerti bahwa pekerjaan apapun yang kau lakukan di dunia ini hal itu telah terkait dengan tuhan (Alloh) karena Dia adalah penguasa tertinggi di Dunia.
Al-Insaan (76 Ayat 30 ):
“Dan tiadalah kamu berkehendak kecuali yang di kendaki Alloh.
Sesungguhnya Alloh adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Tahap II. Semata-mata demi aku.
Apapun yang kau kerjakan tidak kau lakukan untuk kebaikan untuk dirimu sendiri. Siapakah engkau sebenarnya ?  Tuhan berkata : “Akulah yang bersinar dalam dirimu” kata Aku ini timbul dari yang Esa, dari roh itu sendiri.  “Apapun yang kau lakukan, lakukanlah bagi kepuasan-Ku, demi Aku.  Kerjakanlah semua atas nama-KU.
Bertindaklah sebagai alat-Ku, sadarlah bahwa aemua yang kau lakukan hanyalah demi Aku. Disini kata “Milik-Ku atau “Aku” menunjukan roh, bukan badan Jasmani.
Tahap III. Berbaktilah Hanya Kepada-Ku
Engkau harus mengerti petunjuk ini.Bakti adalah pernyataan taqwa. Emosi yang dinamakan taqwa memancar dari roh. Taqwa yang sebenarnya berarti bakti, adalah sebutan untuk roh.
Prinsip taqwa yang memancar dari lubuk hati ini harus menjiwai setiap perbuatan,perkataan dan pikiran.Hal ini akan terjadi bila engkau beranggapan bahwa segala sesuatu yang kau lakukan, katakana dan pikirkan, hanya kau perbuat untuk menyenangkan Tuhan saja. Tidur, makan dan berbagai kegiatan dalam kehidupan
sahari-hari kau lakukan karena cinta kepada Aku dan Aku timbul dari roh.
Al-An’aam (6 ayat 162)  Katakanlah, “Sesungguhnya Shalatku, ibadahku, hidup dan matiku (hanyalah) untuk Allah, Tuhan semesta alam”.
Jadi seluruh kehidupan kita ini sebenarnya hanyalah untuk Allah. Ibadah, kerja, belajar,  shalat, mati dan semuanya hanyalah untuk Allah. Dan semua itu memang milik Allah semata.

F. Hakikat manusia sebagai khalifah
Hakikat manusia menurut Allah adalah makhluk yang dimuliakan, dibebani tugas, bebas memilih dan bertanggung jawab.
1. Makhluuq (yang diciptakan)
a)       Berada dalam fitrah Fitrah dapat membawa manusia ke arah kebaikan misalnya hati nurani dapat membedakan mana yang baik, dan mana yang buruk. [QS Ar Ruum:30]
b)       Lemah Sebagai makhluk, manusia juga lemah karena manusia juga diciptakan dengan keterbatasan akal dan fisik. [QS An Nisaa’:48]
c)      Bodoh, Beban amanat yang begitu besar dari Allah, diterima oleh manusia, disaat makhluk lainnya tidak menyanggupi amanat tersebut karena beratnya amanat tersebut. [QS Al Ahzab;72]
d)   Memiliki kebutuhan Sebagai makhluk yang terbatas secara fisik dan kemampuan. Maka sangat mungkin manusia memiliki kebutuhan atau kehendak kepada Allah. [QS Faathir:15]
2. Mukarram (yang dimuliakan)
a)  Ditiupkan ruh  [QS As Sajdah:9]
b)  Diberi keistimewaan  [QS Al Isra:70]
c)   Ditundukkan alam untuknya. Semua alam ini termasuk dengan isinya ini Allah peruntukkan untuk manusia. [QS Al Jaatsiyah:12-13]
3. Mukallaf (yang mendapatkan beban)
a)  Ibadah Manusia secara umum diciptakan oleh Allah untuk beribadah sebagai konsekuensi dari kesempurnaan yang diperolehnya. [QS Adz Dzaariyaat:56]b.       Khilafah Allah mengetahui siapa sebenarya manusia, sehingga Allah tetap menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi walaupun malaikat tidak setuju. [QS Al Baqarah:30]
4. Mukhayyar (yang bebas mamilih)
Manusia diberi kebebasan memilih untuk beriman atau kafir pada Allah. [QS Al kahfi :29]
5. Majziy (yang mendapat balasan)
a) Surga Manusia diminta pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukannya,  Allah menyediakan surga untuk mereka yang beriman dan beramal soleh yaitu mereka yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. [QS As Sajdah:19, Al Hajj:14]
b) Neraka Balasan di akhirat terhadap perbuatan manusia adalah bentuk keadilan yang Allah berikan di akhirat. Mereka yang tidak menjalankan perintah Allah mendapatkan hukuman yang setimpal yaitu dimasukkan ke dalam neraka. [QS As Sajdah:20]>
Adapun Hakikat manusia, selain daripada yang di atas adalah sebagai berikut : : 
1) Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2) Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
3) Seseorang yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
4) Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai selama hidupnya.
5) Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati.
6) Individu yang mudah terpengaruh oleh lingkungan terutama dalam bidang sosial.








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Kesimpulan saya mengenai hakikat manusia bahwa manusia itu memang lebih mulia dibandingkan makhluk lain seperti yang orang lain katakan. Karena manusia bisa melakukan apa saja dibandingkan makhluk lain. Manusia diberikan kelebihan yang begitu banyak ketimbang makhluk lain. Salah satu kelebihannya, manusia selalu menyambung silaturahmi terhadap sesama manusia, saling memaafkan, saling menghargai sesama. Tetapi banyak juga yang menyombongkan diri karna kelebihannya tersebut, meremehkan sesama. Padahal dimata Tuhan, derajat kita sama.
Hakikat manusia dalam Islam sebagai hamba Allah sangat jelas, karna kita diciptakan oleh Allah dan harus pula mengerjakan perintah serta menjauhi larangan-Nya sesuai dengan aturan-Nya. Serta sebagai Khalifah yang menjadi generasi penerus baginda Rasulullah SAW dengan terus belajar, mengamalkannya dan membudayakannya.
Tetapi dewasa ini, Islam terancam. Apalagi Indonesia termasuk negara yang terancam keIslamannya akibat pengaruh globalisasi dan westernisasi yang masuk ke negara kita. Sehingga banyak saudara kita yang meniru gaya asing tersebut (imitasi) padahal itu tidak benar. Untuk mencegah pengaruh ini, Kita yang sebagai khalifah perlu melakukan tarbiyah.







DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, AL-Qur’an dan Hadits (Dirasah Islamiyah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998

Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001

Hamdan Mansoer, dkk, Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2004

Murthada Muthahhari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, Bandung : Mizan, 1990

Nanih Machendrawaty & Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam, Jakarta : Rineka Cipta, 2004

Muhammadong. 2009. Pendidikan Agama Islam. Makassar : Tim Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Negeri Makassar.

Abdullah, Abd. Malik. 2009. Pendidikan Agama Islam. Makassar : Tim Dosen Penididikan Agama Islam Universitas Negeri Makassar.




Sekilas tentang BIC dan KGMD

Assalamualaikum Wr. Wb. For a long time, I'm blogging again. Terakhir 2018-2013 tahun yang lalu. Blog-ku terlalu usanggg. Untuk it...